Percobaan : Indera Penglihatan
Nama Percobaan : Buta Warna dengan Uji Stilling-Isihara dan Stilling Isihara I
Nama Subjek Percobaan : Annisa Julianti
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
Universitas Gunadarma
a. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui apakah seseorang menderita buta warna atau tidak.
b. Dasar Teori : Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel konus (kerucut) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis.
Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelinan ini sering juga disebaut sex linkage, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Dengan demikian prosentase buta warna lebih besar pada pria dari pada wanita. Seorang pria yang mendapatkan gen resesif penyebab buta warna tersebut dari ibunya sudah menampakkan gejala buta warna. Sebaliknya, pada wanita yang hanya mendapatkan sebuah gen resesif buta warna baik dari ayat atau ibunya saja tidak mengalami gejala buta warna. Buta warna pada wanita terjadi jika gen resesif tersebut berada dalam keadaan homozigot, artinya mendapatkan warisan dari ayah dan ibunya sekaligus.Pada retina terdapat sel batang (basilus) yang peka terhadap hitam dan putih, serta sel kerucut (konus) yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut.
Buta warna sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu trikromasi, dikromasi dan monokromasi. Buta warna jenis trikomasi adalah perubahan sensitifitas warna dari satu jenis atau lebih sel kerucut. Ada tiga macam trikomasi yaitu:
-Protanomali yang merupakan kelemahan warna merah,
-Deuteromali yaitu kelemahan warna hijau,
-Tritanomali (low blue) yaitu kelemahan warna biru.Jenis buta warna inilah yang paling sering dialami dibandingkan jenis buta warna lainnya.
Dikromasi merupakan tidak adanya satu dari 3 jenis sel kerucut, tediri dari:
-Protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga kecerahan warna merah dan perpaduannya berkurang,
-Deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerujut yang peka terhadap hijau, dan
-Tritanopia untuk warna biru. Sedangkan monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis typical dan sedikt warna pada jenis atypical. Jenis buta warna ini prevalensinya sangat jarang.
Buta warna dapat dites dengan tes Ishihara, dimana lingkaran-lingkaran berwarna yang beberapa diantaranya dirancang agar ada tulisan tertentu yang hanya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat oleh penderita buta warna.
c. Alat Yang Digunakan : Kartu atau buku uji Stilling-Isihara dan
Stilling Isihara I
d. Jalannya Percobaan : 1. Perlihatkan buku uji Stilling-Isihara kepada subjek pengamatan
2. Tuntun subjek pengamatan untuk memberikan pernyataan tentang apa yang dia lihat pada buku uji Stilling-Isihara
e. Hasil Percobaan : Bisa menebak semua kartu, dapat menyebutkan apa yang ada pada kartu tersebut (berupa angka atau alur yang disebut sebagai kartu distorsi atau pengganggu)
f. Kesimpulan : Buta warna dapat dites dengan tes Ishihara, dimana lingkaran-lingkaran berwarna yang beberapa diantaranya dirancang agar ada tulisan tertentu yang hanya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat oleh penderita buta warna. Jadi bagi yang bisa menebak tulisan tersebut, dia bisa dinyatakan tidak buta warna.
g. Daftar Pustaka :
Sugiharto, Bowo. (2008). TES BUTA WARNA DENGAN ISHIHARA: http://bowobiologi.blogspot.com/2008/12/oleh-bowo-sugiharto-buta-warna-adalah.html. 03 April 2010. 19.06
Percobaan : Indera Penglihatan
Nama Percobaan : Visus (ketajaman)
Nama Subjek Percobaan : Ibnu Farid
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang.
b. Dasar teori : Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.
Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat dianggap separuh dri tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur.
Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka kebutaan dapat terjadi.
Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm.
Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan.
Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda. Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yan terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi atau streopsis.
Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika.
Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hal yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis multipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.
c. Alat Yang Digunakan : Optotype Snellen
d. Jalannya Percobaan : 1. Subjek berdiri sejauh 3,5m
2. Mata subjek ditutup sebelah
3. Subjek diminta menyebutkan huruf yang ditunjuk mulai dari yang paling besar hingga yang paling kecil
4. Kemudian lakukan hal yang sama dengan mata yang sebelahnya
e. Hasil Percobaan : Dari percobaan ini, subjek mendapatkan skala 15 pada mata kiri dan kanan. Rumus visus atau ketajaman adalah V= d/D, dimana,
V= Visus
d= Jarak Optotype Snellen dengan subjek
D= Skala sejauh mana mata normal masih bisa terbaca
Hasil dari subjek adalah V= 3,5m/ 15. Artinya dengan jarak 3,5m subjek bisa melihat dengan skala 15.
f. Kesimpulan : - Kejernihan penglihatan bergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensifitas dari interpretasi di otak
- Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea
- Ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil
g. Daftar Pustaka : Thianren. 2008. Penurunan Visus Pada Katarak dengan Diabetes Mellitus. http://fktrisakti.forumcircle.com/viewtopic.php?p=9398. 20 Februari 2010
INDRA PENGLIHATAN
I. Tujuan
Mengetahui jarak titik buta.
II. Dasar Teori
Alat indra penglihatan pada manusia adalah sepasang mata. Mata berfungsi sebagai fotoreseptor, yaitu reseptor yang mendeteksi atau mengenali stimulus yang berupa cahaya. Mata memiliki diameter 2,5 cm dan terletak di dalam rongga mata (orbit) pada tengkorak. Beberapa bagian penting dalam mata antara lain sclera, konjungtiva, kornea, koroid, badan siliaris, retina, iris, pupil, lensa mata, fvovea, bintik buta, ligament suspensor, saraf optic, dan otot mata.
Bintik buta adalah suatu daerah di retina mata yang merupakan jalur syaraf penglihatan menuju ke otak, dan tepat di jalur keluar tersebut tidak terdapat sel peka cahaya sehingga bila bayangan benda jatuh tepat di bintik buta, maka otak tidak akan mendapatkan sinyal dari mata karena bayangan itu jatuh tidak pada sel-sel yang peka cahaya. Bintik buta tidak memiliki sel-sel batang dan sel-sel kerucut sehingga tidak peka terhadap cahaya.
Pembiasan cahaya dari suatu benda akan membentuk bayangan benda jika cahaya tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina, karena cahaya yang jatuh pada bagian ini akan mengenai sel-sel batang dan kerucut yang meneruskannya ke saraf optik dan saraf optik meneruskannya ke otak sehingga terjadi kesan melihat. Sebaliknya, bayangan suatu benda akan tidak nampak, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina.
III. Alat dan Bahan
1. Kertas Manila ukuran 10x5 cm
2. Kertas Manila ukuran 35x20 cm
3. Penggaris
4. Spidol
IV. Langkah Kerja
A. Percobaan 1 (menggerakan kertas ke depan mata)
1. Membuat tanda (+) dan bulatan () masing-masing dengan diameter 0,5 cm pada kertas manila ukuran 10x5 cm.
Mengusahakan kedua tanda tersebut memiliki jarak 6 cm, seperti contoh di
bawah ini.
2. Memegang kertas tersebut dengan tangan kanan dan luruskan tangan ke depan.
3. Menutup mata kiri dengan tangan kiri dan pusatkanlah pandangan mata kanan pada tanda (+).
4. Menarik tangan kanan secara perlahan sehingga perangkat percobaan mendekat ke wajah. Memperhatikan, kedua tanda masih tampak jelas.
5. Menarik lebih dekat lagi hingga pada jarak tertentu tanda bulatan menjadi tidak tampak (hilang).
6. Mengukur jarak antara titik pandangan (mata) dengan perangkat percobaan dan mencatat data.
7. Mengulangi percobaan yang sama dengan cara yang berbeda, mata kanan ditutup, sedangkan mata kiri berkonsentrasi memperhatikan tanda bulatan.
B. Percobaan 2 (menggerakan kertas ke kanan dan ke kiri)
1. Membuat titik P dan Q pada kertas manila ukuran 35x20 cm dengan jarak 30 cm.
2. Menempelkan kertas tersebut pada dinding. Menghimpitkan tanda (+) dari kertas manila ukuran 10x5 cm pada kertas manila ukuran 35x20 cm.
3. Menggerakan tanda (+) dari titik P ke titik Q, dan menutup mata kiri serta memusatkan pandangan pada titik P.
4. Mengukur jarak antara titik P dengan jarak dimana tanda (+) tidak terlihat.
5. Menggeser tanda (+) kembali sampai tanda (+) kembali terlihat. Mengukur kembali jarak titik P dengan tanda (+).
6. Mengulangi percobaan yang sama dengan cara yang berbeda, mata kanan ditutup sedangkan mata kiri berkonsentrasi memperhatikan tanda bulatan yang digerakkan dari titik Q.
V. Data
1. Percobaan 1
Data dengan gerakkan tangan mendekati mata
No. Nama Frekuensi Mata Kanan
(cm) Mata Kiri
(cm)
1. Anisa
Dewi
R. 1 17 18
2 16 17
3 16 19
Jumlah rata-rata 16.3 18
2. Elisa
Dewi
Y. 1 17 18
2 15 16
3 18 19
Jumlah rata-rata 16.6 17.6
3. Rifngatul
Khasanah 1 16 17
2 14 16
3 17 19
Jumlah rata-rata 15.6 17.3
4. Sri
Cahyati 1 17 18
2 15 19
3 17 19
Jumlah rata-rata 16.3 18.6
Jumlah rata-rata
hasil pengamatan 16,2 17,8
2. Percobaan 2
Data percobaan dengan titik fokus di P
No. Nama Frekuensi Mata Kanan
(cm) Mata Kiri
(cm)
1. Anisa
Dewi
R. 1 24 27
2 25 26
3 26 27
Jumlah rata-rata 25 26.6
2. Elisa
Dewi
Y. 1 25 28
2 26 27
3 23 26
Jumlah rata-rata 24,6 27
3. Rifngatul
Khasanah 1 23 26
2 24 26
3 26 29
Jumlah rata-rata 24.3 27
4. Sri
Cahyati 1 24 27
2 25 26
3 27 29
Jumlah rata-rata 25.3 27.3
Jumlah rata-rata
hasil pengamatan 24.8 26.9
VI. Analisis Data
Jarak hilangnya tanda pada waktu pengamatan secara keseluruhan terjadi perbedaan. Namun, perbedaannya tidak terlalu signifikan, hanya sedikit saja perbedaannya.
Bayangan suatu benda tidak nampak pada jarak tertentu, karena pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina. Bayangan akan nampak jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina. Kejelasan mata dalam melihat benda antara orang yang satu dengan yang lain pasti berbeda. Apabila rata-rata frekuensi kecil maka kejelasan mata dalam melihat benda masih baik dan apabila rata-rata frekuensi besar maka kejelasan mata dalam melihat benda kurang baik.
VII. Jawaban Pertanyaan
1. Mengapa salah satu tanda menjadi hilang dari pandangan kalian?
Salah satu tanda menjadi hilang dari pandangan karena sesempurna mungkin mata kita, pasti terdapat keterbatasan. Terutama pada bintik buta mata, yang tidak memiliki sel-sel batang dan sel-sel kerucut tepat di jalur keluar sehingga bila bayangan benda jatuh tepat di bintik buta, maka otak tidak akan mendapatkan sinyal dari mata karena bayangan itu jatuh tidak pada sel-sel yang peka cahaya.
2. Pada jarak keberapakah tanda tersebut hilang dari pandangan?
Saat mata kiri ditutup dan memperhatikannya dengan mata kanan, tanda (+) hilang pada jarak 16.2 cm dari mata. Sedangkan pada saat digerakan ke samping, tanda (+) tidak terlihat pada jarak 24.8 cm dari titik P.
Saat mata kanan ditutup dan memperhatikannya dengan mata kiri, tanda () hilang pada jarak 17.8 cm dari mata. Sedangkan pada saat digerakan ke samping, tanda () tidak terlihat pada jarak 26.9 cm dari titik Q.
3. Adakah perbedaan antara pengamatan dengan menggunakan mata kanan dan mata kiri?
Ada perbedaan antara pengamatan dengan menggunakan mata kanan dan mata kiri. Mata kanan lebih peka dari pada mata kiri.
Namun, dilihat secara umum, tidak terdapat perbedaan yang terlalu signifikan dari beberapa pengukuran. Sehingga dapat dikatakan bahwa antara mata kanan dan mata kiri tidak ada perbedaan. Perbedaan di atas dapat disebabkan karena kurang ketelitian dalam pengukuran maupun kurangnya konsentrasi.
4. Samakah jarak titik buta untuk setiap orang?
Jarak titik buta untuk setiap orang relative berbeda, tergantung dari kemampuan mata masing-masing. Tetapi ada juga beberapa orang yang kemungkinan memiliki jarak titik buta yang sama.
5. Apa yang dimaksud dengan titik buta?
Yang dimaksud dengan titik buta adalah suatu daerah di retina mata yang merupakan jalur syaraf penglihatan menuju ke otak, dan tepat di jalur keluar tersebut tidak terdapat sel peka cahaya sehingga bila bayangan benda jatuh tepat di bintik buta, maka otak tidak akan mendapatkan sinyal dari mata karena bayangan itu jatuh tidak pada sel-sel yang peka cahaya.
VIII. Kesimpulan
Dari data percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Titik buta dari setiap orang relative berbeda tergantung kemampuan mata masing-masing.
Titik buta pada mata kanan sekitar 20.5 cm (diambil dari hasil rata-rata)
Titik buta pada matan kiri sekitar 22.35 cm (diambil dari hasil rat-rata)
IX. Daftar Pustaka
Tim Penyusun. 2004. Biologi 2b Kelas 2 SMA Semester 2. Klaten: Intan Pariwara.
Pujiyanto, Sri. 2008. Menjelajah Dunia Biologi 2 untuk Kelas XI SMA dan MA. Jakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
. 2006. titik-butamata, (online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Blind_spot_(vision), diakses Selasa, 19 Mei 2009, pukul 08:00 WIB).
Indra Penglihatan
Nama Percobaan : Bintik ( Noda ) Buta
Nama Subjek Percobaan : Asti Winarsih
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui jarak (dalam cm) bintik buta seseorang
serta menentukan letak proyeksi bintik buta.
b. Dasar Teori : Bintik buta merupakan bagian dari retina yang tidak
mempunyai sel- sel penangkap cahaya atau tidak sensitive terhadap cahaya. Oleh karena itu cahaya yang jatuh di daerah bintik buta tidak akan menghasilkan penglihatan. Bintik buta terletak pada bagian belakang bola mata (retina).
c. Alat Yang Digunakan : Kertas hitam dengan tanda lingkaran dan tanda plus ber-
warna putih, …dan bulatan sebesar I cm berwarna putih dengan tongkat.
d. Jalannya Percobaan : 1. Praktikan melihat kartu berwarna dasar hitam dan ada 2
gambar.
2. Praktikan hanya disuruh melihat satu gambar dan me-
ngabaikan gambar yang lain.
3. Praktikan melihat kartu sepanjang tangan lalu perla-
han- lahan kartu semakin didekatkan pada mata dengan
satu mata tertutup.
e. Hasil Percobaan : Gambar mulai menghilang pada jarak 18 cm., lalu berte-
mu kembali pada jarak 16 cm.
Hasil sebenarnya : Rumus untuk mengukur jarak medan noda buta adalah :
= Jarak Objek Menghilang – jarak objek muncul
= 18 – 16
= 2
Catatan : Biasanya bintik buta hampir sama mata kiri dan mata ka- nan. Noda buta adalah suatu titik diman akson- akson meninggalkan mata hingga tidak ada reseptor, tidak sensitive terhadap cahaya normal jika -+ dibawah 40 cm. hilang tanda kira- kira berkisar 28- 32 cm dan muncul kembali 14- 16 cm.
f. Kesimpulan: Dengan mata normal, kita bisa melihat sesuatu yang ada dihadapan kita yang sangat luas. Tapi walau begitu, mata kita tetap memiliki keterbatasan dalam melihat. Contohnya pada gambar di bawah, jika kita melihatnya dengan mata kanan dan menutup mata kiri, lalu perhatikanlah gambar kucing dengan mata kanan. Maka gambar burungnya akan kabur atau menghilang. Seperti ketika kita melihat langit, langit terlihat dekat, tapi sebenarnya yang kita lihat itu bukanlah langit yang sebenarnya, itu hanyalah batas pandangan kita. Ini adalah salah satu bukti bahwa mata mempunyai keterbatasan penglihatan meskipun itu adalah mata normal.
g. Daftar Pustaka : bOcah, 2008, Bintik Buta, http://bOcah.org/index.php?
option=com content&task=view&id=690&Itemid=40, 20 November.
Percobaan : Indra Penglihatan
Nama Percobaan : Gerak Bola Mata Menurut Hukum Donders
Nama Subjek Percobaan : Wendy
Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal
a. Tujuan Percobaan : Membuktikan bahwa mata bila di bawa kearah vertical dan horizontal akan tetap atau tidak bentuk pada saat melihat benda, sedangkan pada saat melihat secara diagonal akan berubah seolah-olah gambar tersebut berputar.
b. Dasar Teori : Hukum Donders membahas tentang kelainan refraksi astigmatisma yang terjadi pada kesalahan refraksi sistem lensa mata. Pada astigmatisma, kornea melengkung di salah satu bidang. Akibatnya adalah benda berupa titik difokuskan sebagai garis. Astigmatisma tidak dapat membedakan garis vertikal dan garis horizontal. Dapat dibantu menggunakan kaca mata silinder.
c. Alat yang Digunakan : Kertas dengan dasar merah atau hijau yang ditengah terdapat tanda palang (+) yang berwarna kebalikan dari warna dasar dan warna-warna lainnya.
d. Jalannya Percobaan : Subjek berdiri sejauh 75-100 cm dari bidang yang akan dilakukan percobaan. Kemudian subjek diperintahkan untuk melihat suatu bidang yang menjadi percobaan. Bidang tersebut adalah sebuah kertas yang tertempel di sebuah tembok berwarna dasar merah di posisi tengah terdapat gambar (+) berwarne hijau. Setelah itu subjek diperintahkan mengikuti intruksi asisten untuk melihat gambar tersebut selama kurang lebih 10 detik tanpa berkedip.
e. Hasil Percobaan : Setelah subjek mengikuti instruksi asisten untuk melihat sebuah gambar dengan cara vertical dan horizontal, lalu dengan cara diagonal, pada saat diperintahkan melihat secara vertical dan horizontal dengan melihat ke tengah dan kiri gambar, subjek melihat sebuah garis putih yang terdapat pada sisi kiri dari gambar (+). Tetapi pada saat subjek melihat dengan cara diagonal yang sudah diinstruksikan oleh asisten, hanya terlihat dan terdapat warna dasar dari bidang tersebut.
Hasil sebenarnya dari percobaan tersebut adalah bahwa setelah melihat palang selama kurang lebih 10 menit tanpa berkedip lalu melihat secara vertical dan horizontal maka akan terlihat tanda palang (+) berubah warna menjadi warna background, sedangkan bila melihat secara diagonal, tanda palang (+) berubah menjadi tanda silang dan berubah warna menjadi warna background.
f. Kesimpulan : Percobaan ini mencoba merekayasa mata menjadi mata astigmatisma, bahwa mata astigmatisma tidak dapat membedakan garis vertikal dan garis horizontal namun menjadi garis diagonal.
g. Daftar Pustaka : ____. 2008, Alat-alat Optik, [online], (http://smulab.tripod.com/alatoptik.htm diakses tanggal 26 Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar